Memperkuat Kembali Posisi Organisasi Mahasiswa
Mahasiswa
dengan segala sepak terjangnya-baik di dalam dan luar kampus-agaknya tidak akan
pernah kering untuk diperbincangkan oleh siapa saja. Barangkali, karena peran
yang diambil mahasiswa masih cukup sentral atas isu-isu yang berkembang di
masyarakat Indonesia. Sebutlah semisal peristiwa di tahun 1966, kasus Malari,
hingga aksi di tahun 1998. Peristiwa-peristiwa bersejarah tersebut tentu telah
menjadi catatan penting dalam buku-buku sejarah, selain menjadi ingatan-ingatan
yang dikekalkan orang-orang tentu saja.
Berbanding
lurus dengan pembahasan peran mahasiswa, tentu kita harus melihat konteks
masyarakat Indonesia saat ini, lalu ditarik relevansinya dengan peran mahasiswa
itu sendiri, sebagai upaya mempertahankan perannya selaku agen perubahan. Kita
pahami bersama bahwa kondisi bangsa Indonesia hari ini berbeda dengan kondisi
bangsa pada zaman dulu, zaman terus berubah sesuai perubahan sebuah kebijakan
rezim, sehingga mempengaruhi kondisi social, budaya, dan politik. di zaman orde
baru, para mahasiswa banyak melakukan tindakan represif sebagai ekspresi dalam
menyampaikan aspirasi terhadap rezim yang otoritarian, dan hal itu efektif
dilakukan, karena ketimpangan tersebut jelas di depan mata.
Berbeda
dengan kondisi pasca reformasi saat ini, ruang demokrasi telah dibuka
seluas-luasnya tanpa ada batasan sedikitpun, tetapi di lain sisi permasalahan
bangsa justru semakin kompleks. Jika kita merasa tidak sepakat dengan pemimpin
otoritarian serta koruptif seperti pada zaman rezim Soeharto, sekarang justru
banyak bermunculan banyak "Soeharto" baru. Para wakil rakyat tidak
lagi mementingkan hak-hak rakyat, tetapi cenderung mementingkan diri sendiri
dan kelompoknya masing-masing.
Masih
banyak ketimpangan-ketimpangan manajerial pemerintah dalam mengelola sebuah
Negara, dimana kultur yang justru semakin mengikis local wisdom masyarakat, politik kekuasaan semakin menggurita dalam
mainseat politisi kita, investasi global aset asing yang justru semakin
mengikis sumberdaya alam Indonesia, hal itu tentunya juga dipengaruhi oleh
suatu pemimpin sebagai pemangku kebijakan dalam segala hal yang bersifat nation.
Peristiwa
reformasi yang ditandai aksi besar-besaran yang dilakukan oleh mahasiswa tahun
1998 mengalami perubahan yang signifikan di kalangan mahasiswa itu sendiri,
mahasiwa sudah semakin antipati, autis dengan kehidupannya sendiri dengan
segala kecanggihan globalisasi yang memanjakan seluruh manusia, padahal masih
banyak permasalahan yang belum terselesikan.
Setelah
ketimpangan ini semakin kompleks, lalu siapa yang perlu digugah untuk mengawal
bangsa Indonesia kedepan? maka kiranya perlu adanya tambal sulam kembali
terhadap spirit mahasiswa untuk tetap menjaga komitmennya sebagai domain controlling dalam mengawal bangsa
Indonesia secara umum dan setiap rezim secara khusus, mahasiswa harus terus
mendorong setiap perubahan dari berbagai sector, mencari titik pemasalahan dan
membenahinya sesuai dengan consent pengetahuannya, serta mampu menjadi
perpanjangan lidah dari hulu ke hilir, ataupun sebaliknya dari hilir ke hulu.
Dari
evaluasi di atas, maka kiranya masih sangat diperlukan sikap kritis mahasiswa
sebagai pengotrol dari entri point
permasalahan. Namun, sikap kritis tersebut mustahil bisa di lakukan sendiri,
harus secara komunal, apalagi melihat kondisi mahasiswa saat ini semakin
mengalami degradasi spirit aktivisme, semakin tak acuh dengan kondisi di
sekitarnya, nah, di situ fungsi lembaga atau organisasi kemahasiswaan sebagai
sebuah wadah untuk menempa atau dalam istilah jawa di sebut kawah candradimuko untuk mengasah budaya
kritis mahasiswa, menumbuhkan kembali nalar intelektual
organic seperti dikatakan oleh Gramsci sebagai golongan masyarakat yang
berpendidikan.
Imron
Hakiki
Mahasiswa
Jurusan Tafsir Hadist, Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Ketua
Komisariat PMII UIN Sunan Kalijaga.
0 Response to "Memperkuat Kembali Posisi Organisasi Mahasiswa"
Post a Comment
Terima kasih telah mengunjugi blog saya, silakan tinggalkan komentar.